Notification

×

Peringati Hari G30sPKI, DHL: Gaya Komunis, Praktek Adu Domba Antara Si Kaya dan Si Miskin

Kamis, 29 September 2022 | 06.38.00 WIB

Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik

Borjuis atau Bourgeoisie sebutan bagi kaum the have, atau orang punya atau kelas menengah ke- atas

Kaum Borjuis muncul di kota-kota yang ada di akhir zaman feodal ( monarki ) dan memasuki awal abad dari zaman modern, melalui kontrol perdagangan jarak jauh dan manufaktur kecil. Kata borjuis dan atau golongan borju berasal dari bahasa Prancis, yang berarti "penghuni-kota" atau kata bourg, atau burg ( kastil ) atau penghuni istana dari bahasa Jerman

Label atau pemberian identitas borjuis oleh kaum Komunis terhadap raja dan sistimnya ( politik oligarki/ monarki ) awalnya dilandasi oleh penolakan dan rasa benci dari ara buruh atau rakyat jelata , yang merasakan kesewenangan yang terjadi saat itu pada sekitaran tahun 1800 - an atau abad 18,  yang umumnya merupakan golongan atau kalangan istana atau kerajaan atau kalangan para bangsawan dan penguasa istana, serta para pengusaha kaya, yang demikian adalah cikal bakal atau musuh dari komunisme, lalu berkelanjutan hingga saat ini yang dalam persepsi pemerintahan apapun yang tidak menggunakan sistim komunis. 

Bahkan sejarah eksistensi kelompok atau golongan komunisme ada di tanah air, dan sudah mencoba beberapa kali attemp, berbuat anslag atau makar, kaum komunis ingin menghancurkan NKRI melalui perubahan terhadap landasan atau sistim dasar negara Pancasila, yang penjabaran pelaksanaan sistimnya terdapat pada pembukaan dan batang tubuh UUD.1945, kelompok atau golongan komunis ingin merubah dasar negara yang ber- sistim Pancasila menjadi sistim komunisme, melalui pemberontakan PKI diantaranya terjadi di Madiun, pada tahun 1948  dan Tahun 1965 di Jakarta melalui pembunuhan para Jendral TNI. 

Pada malam 30 September 1965 ( Gerakan Gestapoe/ Gestapu ) atas peristiwa  kejahatan atau hianatnya kaum komunis/ PKI terhadap bangsa dan negara ini ( NKRI ), lalu membuahi historis hukum dan politik tanah air, yakni terbitnya sistim hirarkis hukum dan perundang - undangan, yaitu TAP. MPRS. No. XXV, Tahun 1966 yang melarang keberadaan faham komunis ( PKI ) dan melarang penyebaran fahamnya,  kemudian TAP. MPRI dimaksud dirujuk oleh Pasal 107, UU. RI. NO. 27 . Undang - undang Tentang Perubahan UU. RI. No.1 Tahun 1946 Tentang KUHP,  yang materil nya mengandung unsur pidana dan terdapat sanksi berat hukuman bagi para pelanggarnya

Lucunya kaum komunis ini, andai mereka yang menamakan diri sebagai proletarian atau kelompok atau komunitas - komunitas rakyat bawah/ jelata telah berhasil ditampuk politik dan kekuasaan , tentu menjadikan diri mereka sebagai kelompok oligarki, karena ego buruk yang menghinggapi psikis banyak manusia ( manusiawi )  ingin terus memegang dan mengendalikan kekuasaan pada pemerintahan negara,  dalam arti luas, dengan alasan, tentunya demi menjaga kedudukan atau jabatan, dan jabatan yang berkelanjutan kepada individu atau kelompok mereka berikut segala hasil keuntungan kelompok. Jadi persepsi negatif, namun objektif, bahwa orang - orang bodoh dan miskin akan tetap menjadi ajang dulang konstituen politik mereka atau ladang suara. Sehingga wong cilik atau orang2 jelata, mesti terus dibangun psikologis sentimental dengan pembatas atau terus kumandangkan  batasan kriteria antara yang kaya dan si miskin. 

Mereka akan terus hembuskan sebagai suara atas nama wong cilik. Walau mereka sudah menjadi pengganti para pejabat dan pengusaha terkemuka di negeri yang sudah dikuasai atau negara yang sudah bersistem komunis. Jadi dalam prakteknya komunisme ( dulu di NKRI adalah PKI ) tentunya akan memelihara kebodohan dan kemiskinan yang  bertentangan dgn salah satu cita cita dan kewajiban UUD. 45 & Pancasila, agar tetap menjadikan mereka  setia dan patuhi para penguasa komunis , sehingga tentunya paham komunis bertolak belakang dengan cita cita UUD 1945 yakni negara berkewajiban mencerdaskan dan sejahterakan anak bangsa. Dan mazhab mereka ( komunisme ) hanya itu - itu saja seorang Karl Marx dengan segala buah pikirnya marxisme, lalu ke pengikutnya Lenin ( Leninisme ) akhirnya membuahkan pemahaman komunisme  seorang dan pengikutnya yang mengawali perjuangannya, dalam bentuk penentangan terhadap sistim feodal atau monarki absolut, yang bekerja sama atau berkolaborasi dengan pemuka agama atau dewan gereja ( Katholik/ atau Kristen). 

Pada pemerintahan komunisme yang sampai kini masih tetap bertahan, ( Russia, RRC & Korea Utara ), tapi entahlah jika di negara Russia yang ada di belahan Benua Eropa, mungkin dengan alam demokrasi ala barat karena berdekatan dengan Eropa Barat, agak bergeser atau ada lahir kebijakan penyesuaian ? terlebih dengan adanya bukti sudah terlepas atau melepaskan diri daripada beberapa gabungan / uni dari bangsa atau negara yang ada sebelumnya di Uni Sovyet ; Chezna , Ukrania dan lain - lain ?  Namun jika menurut fakta China amat kejam terhadap kehidupan demokrasi contoh kongkret, perilaku mereka terhadap ras uyghur dan pemerintahan Korea Utara yang begitu kejam terhadap lawan politiknya, amat sedikit publik dunia mendengar kebebasan kehidupan demokrasi dinegaranya

Kembali kepada pemahaman komunisme dalam praktek penyelenggaraan negara ( ditanah air ), atau dimanapun mereka paham komunis hidup dan diberlakukan, akhirnya tentu membutuhkan kapital karena persaingan globalisasi butuh science & technology. Maka tentunya para pengusaha/ tuan saudagar disertakan, jadilah mereka sebagai komunis kapitalis yang oligarki. 

Namun tetap soundingnya rakyat jelata serta terus kepada wong cilik atau kaum jelata mewakili mereka dalam melawan orang kelompok faham lain, yg sudah kalah. Aneh kan ? Padahal atau seandainya pun sejatinya  mereka sudah berkuasa sebagai penyelenggara negara yang berkuasa/! penguasa. Sekali lagi mereka hanya berlindung dan hembuskan api marah sentimen yg ekstra kepada orang2 kaya walau sebenarnya sudah menjadi ( wujud diri ) mereka. 

Maka mereka tentu akan pelihara terus kebodohan pada rakyat jelata. Antisipasi terhadap gejala - gejala komunisme di tanah air adalah membangun perihal character building of nation atau menghidupkan faktor kesadaran berbangsa dalam bernegara, melalui salah satunya tingkatkan daripada sisi iman dengan memperdalam agama masing - masing bagi para penganutnya , dengan dilandaskan kejujuran dan objektifitas serta menggali kecerdasan, seperti yang dimaknai dengan revolusi akhlak.